Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan warisan dunia yang menyajikan bentang alam liar dengan koleksi utama berupa The Big Five (Lima Besar) flora dan fauna alam tropis yang teramat langka, yaitu orang utan sumatra, gajah sumatra, badak sumatra, harimau sumatra, dan bunga bangkai (Rafflesia arnoldi).
TNGL berada di dua provinsi paling barat Indonesia, yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Terbentang mulai dari titik nol permukaan laut hingga ketinggian lebih dari 3.000 mdpl di puncak Gunung Leuser, TNGL membentuk berbagai ekosistem serta menghasilkan keanekaragaman hayati yang dapat dikatakan sebagai wajah bagi keseluruhan habitat hutan hujan Pulau Sumatera.
80% topografi TNGL memiliki kecuraman di atas 40 derajat, kawasan ini juga menjadi arena petualangan rimba tropis yang sangat menantang bagi para pengunjung domestik dan mancanegara. Pegunungan dan sungainya telah dijajal oleh para petualang dengan berbagai misi, seperti ekspedisi, penelitian, pengarungan, wisata, dan olah raga.
Dengan luas 830.268,95 ha, Taman Nasional Gunung Leuser menjadi rumah perlindungan bagi 65% dari total 129 spesies mamalia besar dan kecil yang terdapat di Pulau Sumatera selaku pulau kelima terbesar di dunia. Selain itu, para peneliti memperkirakan sekitar 350 jenis burung tinggal dan berkembang biak di dalamnya. Kekayaan biodiversitas yang menopang keberlangsungan ekosistem di Taman Nasional Gunung Leuser terkoneksi dengan flora Semenanjung Malaysia, Borneo, Jawa, bahkan Philipina, dimana peta ekosistem kawasan ini dijelaskan hubungannya melalui garis hipotesis Wallacea.
Untuk dapat menikmati alam liar Taman Nasional Gunung Leuser, pengunjung dapat masuk secara resmi melalui sejumlah pintu buffer zone yang telah dilengkapi dengan jalur trekking, pelayanan izin, pemanduan, titik pengamatan, akomodasi, restoran/kafe, dan berbagai fasilitas wisata lainnya.
Pintu-pintu masuk menuju Taman Nasional Gunung Leuser melalui sisi Propinsi Sumatera Utara yang terkelola saat ini di antaranya adalah Batu Katak, Bukit Lawang, Batu Rongring, Tangkahan, Simolap-Marike, dan Pamah Simelir. Selain itu, para pengunjung dapat melakukan kegiatan wisata sosial budaya melalui keliling desa, mengunjungi para pengrajin, kawasan persawahan, perkebunan, perikanan, industri rumahan, mempelajari pengetahuan etnik lokal (etnologi), dan berbelanja produk-produk lokal berbasis tradisi.